Kubuat puisi dalam alunan bait – bait kata penuh makna mendalam yang selalu
ingin keluar dari kerangka baku produk aturan kepenulisan yang baik dan benar
Biarlah puisiku mengikuti bisikan suara hatinya
Aku pun juga sama
Mengikuti suara hati yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan
Kesejatian
Baiklah................
Sengaja puisi kali ini
menceritakan isi hati puisi itu sendiri
Jadi puisi dalam puisi dalam kedalaman hati yang selalu
menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian
Aku pernah dengar jika sesuatu itu keluarnya dari hati katanya pasti akan
menyambungkan sinyal – sinyalnya ke dalam hati – hati yang lain
Hatimu kan juga bagian dari hati – hati seluruh manusia yang punya hati
Maka pastinya kau akan menangkap sinyal yang keluar dari hati yang selalu
menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian
Kau ingin dengar kan isi hati puisiku yang keluar dari
hati yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian ???
Semoga kau ingin dengar.....
Kalau ternyata kau tidak
ingin maka tidak apalah.....
Tutup saja selimut puisiku
biar dia bisa tidur dengan nyaman
Tapi biarlah puisiku menceritakan isi hatinya walau dalam
keadaan mimpi dalam tidur ternikmatnya yang diselimuti oleh selimut ketenangan
hati
Hati yang yang selalu
menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian.....
Tapi sebelum puisiku mulai menceritakan isi hatinya maka ijinkan aku untuk
menceritakan isi hatiku terlebih dahulu...
“Nanti pada saat itu tiba.....”
“Aku tidak punya apa – apa untuk membahagiakanmu”
“Hanya dengan puisilah aku bisa memenuhimu”
“Puisi ini pulalah yang akan kuberikan sebagai sarapan, makan siang dan
makan malam”
“Dengan hanya bermodal puisi aku akan mendirikan usaha”
“Mengarungi bahtera kehidupan di lautan ganas penuh coba”
“Puisi yang menjelmakan diri sebagai perisai untuk melindungimu, melindungi
kita dari segala bahaya”
“Hanya puisilah yang aku punya saat ini”
“Uang di dompetku hanya tinggal uang yang cukup untuk makan dan transportku
selama satu bulan ke depan”
“Tidak lebih......”
“Puisi inilah yang ku harapkan bisa membahagiakanmu”
“Puisi yang berubah menjadi pedang sakti untuk meluluhlantakkan musuh –
musuhku, musuh – musuhmu, musuh – musuh kita bersama”
“Aku hanya punya puisi....”
“Puisi ini akan ku rubah menjadi rumah tempat dimana kita akan tinggal
bersama”
“Tempat dimana kita akan mempunyai anak puisi dan merawatnya hingga
melahirkan puisi – puisi baru yang lebih baik dan bisa berkembang dengan sangat
cepat”
“Puisi....”
“Oh puisi........”
“Dengan puisi juga akan mewujudkan semua mimpi – mimpiku”
“Puisi yang berjalan tegak dan selalu menapakkan kakinya di atas jalan
Kesejatian......”
“Puisi yang bisa melukiskan cita – citanya dengan tinta air laut dan kanvas
bumi yang dibentangkan.......”
Mungkin aku cukupkan dulu
cerita dari isi hatiku
Sekarang aku ingin memberikan kesempatan untuk puisiku
menceritakan isi hatinya yang keluar dari hati yang selalu menapakkan kakinya
di atas jalan Kesejatian
“Beranikah kau
mengarungi samudera ketidakpastian hidup dengan dia yang aku ada dalam hatinya
yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian?”, tanyanya
“Sudikah kiranya kau memberikan seluruh hidupmu kepada
dia yang menuntunku mengatakan hal ini kepadamu?”, tanya lagi
“Maukah kau menemani tuanku untuk membuka jalan dan
menyusuri lorong – lorong sempit agar bisa segera bertemu dengan Sang Cinta
Tertinggi, Pemilik Cinta dari segala cinta dan meneguk air keabadian Jannah bersama – sama?”, masih tanya
puisi itu
“Dan yang terakhir kalinya, maukah kau membuatkan satu
puisi untukku sebagai tanda kau mengerti akan isi hatiku?”, pertanyaan yang
terakhir
“Semoga kau mengerti dan membalas isi hati puisiku dalam kedalaman hati yang
selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian.......”, harapanku
Ruang tengah rumah, 10:12, 25/08/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar