Dua puluh
lima bukan sekedar angka
Di bawah
pohon belimbing lebat dan sepeda kuning setia
Banyak
bunga jadi bisunya sejarah
Terpatri
asa di hatiku yang terlihat semut merah
Masih
sendiri
Berwarna
primer saja
Mencelupkan
diri ke astro dan terlukis kanvas yang kaku
Bekunya
es di sehelai rambut
Mencoba
berenang di taman permata
Menyelam
kedalaman pelangi yang baru muncul setelah hujan lebat
Menggambar
mimpi melukis cita
Sebuah bahtera
berisi nahkoda dan penumpang yang se arah
Masih
aku
Aku
yang dulu, kini dan nanti
Melihat pantulan cermin dengan
seindah mungkin
Ku gandeng tangan suci dan mulai
menggaris lurus
Sungguh indah
langit tak berpolusi
Beterbangan
burung – burung dan sesekali menari
Melompati
batu besar bersama
Kekuatan
seratus kali lipat
Mengerti
hadir ku
Menopang
kepala yang bermata lelap
Menuntun
kaki saat tertatih
Menjadi
sandaran hidup
Ah ....
Indah
sekali semesta kalau seperti itu
Menuruti
hati tanpa tanya
Meski tetap
di jalan beraspal halus
Membangun dan merancang peta berdua
Menggulung pita sejarah yang
tercerai
Merangkai bunga – bunga ketulusan
Lalui tangga dan terus ke atas
Berbuah manis
penerus Utusan
Memasang
alarm tanda bahaya
Merawat
tunas – tunas agar berakar jauh ke bumi
Merangkul
semua penghuni untuk masuk ke Tempat Tertinggi
Berharap
Ku bahagia ...
Ku bahagia ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar