Jumat, 13 Januari 2017

CERITA MASA LALU

Bismillahi Allahu Akbar
Shollallahu 'ala Muhammad
______________
CERITA MASA LALU
Lelaki itu bercerita, mencurahkan isi hatinya. Sebenarnya jelek - jelek begitu dia diamanahi menjadi salah satu Ustad dari Ma'had tempat dia kini tinggal. Ya meski menurutnya itu tidak layak, tidak pantas. Tapi,... Mau bagaimana lagi? Yang penting menurutnya dia bisa mengabdi, mau jadi sopir, tukang kebun, bersih - bersih, dan atau jadi seorang pengajar di sana tidak masalah. Yang penting barokah, prinsipnya sederhana.
Ceritanya berlanjut, selepas sholat dhuhur gilirannya mewarna pelangi, mengukir senyum pada wajah - wajah yang penuh pengharapan, penuh semangat hidup! "Teman - teman, santri - santriku, tidak masalah kalian datang kesini dalam keadaan terpaksa atau sukarela. Mau itu kalian sudah punya keinginan untuk menjadi seorang 'alim atau tidak, tidak ada masalah. Yang penting jalani hari - hari kalian dengan penuh kedisiplinan, penuh tanggung jawab!", semangatnya masih menyala - nyala. "Ustad itu tidak ada cita - cita ingin menjadi seorang Ustad, tapi karena Ibunda tercinta waktu Beliau masih bisa menapakkan kaki di bumi ini, pernah ngomong bahwa Beliau ingin kelak diri ini bisa menjadi seorang guru dan dipanggil Ustad, maka dari situlah cerita hidup mulai digariskan", tegasnya kembali. "Teringat betul waktu diri masih terlalu kecil untuk mengerti apa arti sebuah perjuangan dan pengorbanan, Bapak Ustad itu menitipkan diri ini ke salah satu Ustad yang ikhlas karena Allah mengajari Ustad mengaji alif, ba' sampai ya'. Betapa Bapak Ustad hormat dan tawadhu terhadap Si Ustad yang ada di Musholla itu". "Niki Ustad gulo namung setunggal kilo, mugo - mugo saget Jenengan terami, kulo titip - titip yugo kulo ge, menawi nakal ge monggo dijewer, kulo ikhlas kok", dalam hati sang lelaki itu mengenang perkataan Bapaknya kepada Ustad pertamanya di Musholla kecil di desanya. "Ini Ustad ada gula cuma satu kilo, semoga bisa Ustad terima, saya titip - titip anak saya ya, kalau nakal bisa Ustad jewer, saya ikhlas kok", sang lelaki menirukan omongan Bapaknya di depan para santri dengan diterjemahkan ke bahasa Indonesia terlebih dahulu. "Jadi, yang ingin diri ini menjadi seorang 'Alim ya orang tua, terutama Ibunda tercinta yang kini sudah bersatu dan menimang - nimang cucunya, #MentariPagi. Di sana, di tempat yang teramat jauh. Akhirnya disekolahkanlah Ustad di sekolah - sekolah agama, mengaji pun juga di salah satu pondok di desa Ustad meski hanya ngaji malam saja. Alhamdulillah dijalani hari - hari itu dengan senang, dengan ikhlas", lanjutnya bercerita. "Kalian pun juga harus ikhlas disini, baik itu antum ingin disini atau tidak, terima saja, jalani saja. Yang jelas semua orang tua antum menginginkan yang terbaik buat antum. Buktinya, antum disekolahkan di sekolah sekaligus Ma'had tempat mencetak para tunas ulama". 
Banyak juga respon dari wajah - wajah itu, merah kuning hijau dan macam - macam warna. Mereka mulai mencerna setiap perkataan lelaki tadi, Ustad mereka. Ada yang melumatnya langsung, ada juga yang mencerna dalam alam mimpi sembari melepas lelah dalam tidur. Ah,... Hidup. 
Sang lelaki itu menambahkan, menutup obrolannya di depan wajah - wajah itu, "Semangatlah dalam mencari ilmu! Tinggalkan dunia di luar sana dan ikutilah dengan ikhlas semua aturan di Ma'had ini. Ingat senyum orang tua antum dan semoga orang tua antum semua bisa tersenyum bahagia kepada semua buah hatinya kelak saat melihat mereka tumbuh menjadi kupu - kupu indah yang bisa terbang bebas dengan kepakan sayap - sayapnya di antara taman - taman surga". Akhirnya sesi siang itu ditutup sang lelaki dengan senyuman dan penuh harapan.
.
.
.
#GoresPenaSangSurya
RSUD Serang
11.16, 12/1/17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar