Senin, 26 Agustus 2013

HARAPANKU PADAMU

Kubuat puisi dalam alunan bait – bait kata penuh makna mendalam yang selalu ingin keluar dari kerangka baku produk aturan kepenulisan yang baik dan benar
Biarlah puisiku mengikuti bisikan suara hatinya
Aku pun juga sama
Mengikuti suara hati yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian
          Baiklah................
          Sengaja puisi kali ini menceritakan isi hati puisi itu sendiri
Jadi puisi dalam puisi dalam kedalaman hati yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian
Aku pernah dengar jika sesuatu itu keluarnya dari hati katanya pasti akan menyambungkan sinyal – sinyalnya ke dalam hati – hati yang lain
Hatimu kan juga bagian dari hati – hati seluruh manusia yang punya hati
Maka pastinya kau akan menangkap sinyal yang keluar dari hati yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian
Kau ingin dengar kan isi hati puisiku yang keluar dari hati yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian ???
          Semoga kau ingin dengar.....
          Kalau ternyata kau tidak ingin maka tidak apalah.....
          Tutup saja selimut puisiku biar dia bisa tidur dengan nyaman
Tapi biarlah puisiku menceritakan isi hatinya walau dalam keadaan mimpi dalam tidur ternikmatnya yang diselimuti oleh selimut ketenangan hati
          Hati yang yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian.....
Tapi sebelum puisiku mulai menceritakan isi hatinya maka ijinkan aku untuk menceritakan isi hatiku terlebih dahulu...
“Nanti pada saat itu tiba.....”
“Aku tidak punya apa – apa untuk membahagiakanmu”
“Hanya dengan puisilah aku bisa memenuhimu”
“Puisi ini pulalah yang akan kuberikan sebagai sarapan, makan siang dan makan malam”
“Dengan hanya bermodal puisi aku akan mendirikan usaha”
“Mengarungi bahtera kehidupan di lautan ganas penuh coba”
“Puisi yang menjelmakan diri sebagai perisai untuk melindungimu, melindungi kita dari segala bahaya”
“Hanya puisilah yang aku punya saat ini”
“Uang di dompetku hanya tinggal uang yang cukup untuk makan dan transportku selama satu bulan ke depan”
“Tidak lebih......”
“Puisi inilah yang ku harapkan bisa membahagiakanmu”
“Puisi yang berubah menjadi pedang sakti untuk meluluhlantakkan musuh – musuhku, musuh – musuhmu, musuh – musuh kita bersama”
“Aku hanya punya puisi....”
“Puisi ini akan ku rubah menjadi rumah tempat dimana kita akan tinggal bersama”
“Tempat dimana kita akan mempunyai anak puisi dan merawatnya hingga melahirkan puisi – puisi baru yang lebih baik dan bisa berkembang dengan sangat cepat”
“Puisi....”
“Oh puisi........”
“Dengan puisi juga akan mewujudkan semua mimpi – mimpiku”
“Puisi yang berjalan tegak dan selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian......”
“Puisi yang bisa melukiskan cita – citanya dengan tinta air laut dan kanvas bumi yang dibentangkan.......”
          Mungkin aku cukupkan dulu cerita dari isi hatiku
Sekarang aku ingin memberikan kesempatan untuk puisiku menceritakan isi hatinya yang keluar dari hati yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian
 “Beranikah kau mengarungi samudera ketidakpastian hidup dengan dia yang aku ada dalam hatinya yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian?”, tanyanya
“Sudikah kiranya kau memberikan seluruh hidupmu kepada dia yang menuntunku mengatakan hal ini kepadamu?”, tanya lagi
“Maukah kau menemani tuanku untuk membuka jalan dan menyusuri lorong – lorong sempit agar bisa segera bertemu dengan Sang Cinta Tertinggi, Pemilik Cinta dari segala cinta dan meneguk air keabadian Jannah bersama – sama?”, masih tanya puisi itu
“Dan yang terakhir kalinya, maukah kau membuatkan satu puisi untukku sebagai tanda kau mengerti akan isi hatiku?”, pertanyaan yang terakhir
“Semoga kau mengerti dan membalas isi hati puisiku dalam kedalaman hati yang selalu menapakkan kakinya di atas jalan Kesejatian.......”, harapanku


Ruang tengah rumah, 10:12, 25/08/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar