Jumat, 03 Agustus 2012

KEGELISAHAN MENEMUKAN ARTI


Malam ini, di suatu malam yang tidak berteman dengan rembulan  dan bintang – gemintang. Aku duduk seorang diri dalam sebuah keramaian di antara mesin – mesin foto copy yang terus menjalankan tugasnya dengan tanpa lelah. Rasa capek dan dahaga serasa menjalari tubuhku yang ringkih karena memikirkan sidang skripsiku yang kurang dalam hitungan hari. Masih lebih dari 12 jam sih, tapi gak lebih dari hitungan sehari semalamnya sebuah ketetapan hukum sunnatullah yang telah tergariskan.
Aku duduk di atas sesuatu yang mirip dengan sofa di rumahku, meski terlalu kecil untuk bisa disebut sofa dan terlalu jelek lah untuk bisa disepadankan dengan sofa di rumahku. Kalau di rumah, aku bersyukur memiliki sofa – sofa yang nyaman secara lahir dan batin di dalamnya. Aku bersyukur memiliki keluarga yang sangat mengayomi dan mendukung setiap langkah – langkah kakiku dalam melangkah untuk menggapai bintang – gemintang di sepenuh langit yang hebat. Aku bersyukur. Aku bersyukur dengan semua apa yang terjadi. Aku bersyukur dengan semua pemberian-Nya. Ku yakin apa yang kumiliki dan tidak kumiliki saat ini adalah yang terbaik bagiku. Meski kadang aku masih terlalu bingung dengan kehendak-Nya. Betapa tidak, terkadang apa yang ku impi – impikan bakal terwujud nyata dalam kehidupanku, ternyata Dia berkehendak lain. Ah, jalani aja semuanya dengan hati riang. Tapi kemudian aku jadi teringat juga dengan kata – kata seorang teman, mimpi, emosi dan kasih yang bersatu dalam pikiran terdalamku, man purpose, God dispose. Manusia berencana, Tuhanlah yang menentukan.   
Biasanya tempat foto copynya tidak seramai ini. Tapi sekarang, malam ini seperti malam yang menghimpit diriku dengan segala keangkuhannya. Aku takut setakut – takutnya jika naskah skripsiku malam ini belum selesai kugandakan menjadi tiga bagian yang sama. Aku takut jika besok aku gak jadi disidang karena naskah belum ada. Aku takut setakut – takutnya. Aku gelisah segelisah - gelisahnya. Lagi – lagi aku takut setakut – takutnya.
Bukan hanya ketakutanku akan ketidaklulusan. Bukan hanya kecemasanku akan kegagalan esok hari yang masih menyisakan kejanggalan. Bukan hanya kepedihanku akan ketidaknyamanan yang mendera hatiku selama petang menjelang. Bukan hanya itu. Lebih dari segala, aku mengalami suatu rasa yang baru terdefinisikan dengan jelas sejelas – jelasnya baru – baru ini. Masih terlalu baru untuk bisa kulupakan dengan cepat secepat – cepatnya. Masih terlalu hangat dan melekat di jiwa yang tersengat. Rasa yang harus segera ku kubur dalam sedalam – dalamnya. Rasa yang harus ku pendam kuat sekuat – kuatnya. Rasa yang harus ku tutup rapat serapat – rapatnya.
Tapi langsung ku tepis semua kegelisahan, keraguan, kebimbangan dan segala sesuatu yang membuatku menjadi tidak nyaman dengan diriku sendiri. Ku tepis semua rasa putus asa yang menghampiriku dengan jauh sejauh – jauhnya. Ku tepis semua rasa yang terus melandaku dalam gelapnya malam ini dengan kekuatan penuh dan segera ku ganti dengan asa pasti yang telah terpatri di hati. Ku ganti kebimbanganku dengan rasa percaya diri. Ku ganti keraguanku dengan semangat berapi – api. Ku ganti. Ya, ku ganti semua kehitaman langit yang tak berbintang dengan terangnya siang hari yang menikmati tarian sang raja siang.
 Aku masih punya Allah. Aku masih punya harapan. Aku masih punya Allah. Aku masih punya secercah terang. Ku yakin seyakin – yakinnya Dia bakal memberikan yang terbaik buatku. Ku yakin seyakin – yakinnya Dia bakal memberikan surprise terindah saat aku senantiasa berusaha mendekap-Nya dengan sepenuh nafasku. Dia yang selalu mengawasiku pasti akan menolongku saat aku dalam keterjepitan. Dia pasti selalu ada untukku untuk kini dan selamanya. Dia pasti ada di sampingku saat aku membutuhkannya dengan butuh sebutuh – butuhnya. Ku yakin tidak hanya saat aku masih bisa membuka mata dengan terang seterang - terangnya, tapi hingga aku telah menutup mata dengan damai sedamai – damainya..............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar