Jumat, 14 September 2018

POLIGAMI DAN POLITIK

By : Lathifah Musa

Judulnya lho ya, kok seperti mengada-ada. Mentang-mentang sedang trend suhu politik menghangat, lantas dikait-kaitkan. Wah, bukan maksud saya menaikkan poligami ke level politik. Ini adalah kesadaran saya yang muncul belakangan, khususnya setelah dalam bilangan tahun tercebur dalam kehidupan politik, eh ups salah maksudnya kehidupan poligami.

Alhamdulillah, Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan hikmahnya. Ada maksud di balik setiap peristiwa.

Poligami bagi laki-laki, mungkin dambaan. Namun bagi kebanyakan perempuan tidak pernah dicita-citakan. Makanya, mungkin saya diceburkanNya pada situasi kehidupan berpoligami, agar bisa melihat dan membaca hikmahnya. Karena tanpa realita, apa yang saya (atau kami) sampaikan hanyalah dipandang sebagai opini belaka. Termasuk bagi saya pribadi, yang bila tanpa menjalaninya, maka hikmah poligami hanya sekedar opini yang belum terverifikasi.

Demikianlah memang hidup itu pilihan. Sekiranya tak ada peluang kebaikan dan upaya berbuat kebaikan, tentu pilihan ini tak akan berani saya ambil. Terlalu besar resikonya. Apalagi kalau dikaitkan dengan pahala dan siksa. Okey, mungkin ini seperti curhat pribadi.  Padahal sebenarnya alinea ini poin opini yang terverifikasi menjadi fakta. 

Baiklah, setelah pengantar pribadi sejenak, maka saya masuk ke judul Poligami dan Politik. Cetusan ide ini muncul setelah mengkaji kitab Siroh Nabawiyah yang ditulis oleh Prof. Dr. Muh. Rowwas Qol'ahji.

Sangat menarik, bahwa pada halaman yang membahas istri-istri Rasulullah Saw, beliau mengungkapkan pemikiran ini. Saya sebagai pembaca fakta mengakuinya.

Poligami adalah hukum Islam yang paling rawan dan mudah untuk diserang. Menurut saya pribadi, karena hukum ini dihadapkan pada situasi "ketika wanita lebih dominan menggunakan perasaannya". Demikian juga kaum laki-laki banyak terjebak pada "ketika perasaannya lebih mendominasi akal". Ini karena melibatkan masalah cinta. Perasaan terdalam yang bisa mewarnai qalbu.  Untuk itu bagi wanita, laki-laki tampak begitu menyebalkan ketika membicarakan poligami. Sebaliknya bagi laki-laki, wanita tampak begitu menakutkan ketika disinggung tentang poligami. Umumnya demikian, khususnya ketika akal tidak dilibatkan untuk memutuskan sesuatu.

Barat (untuk menyebut Inggris dan Amerika sebagai pelopornya) mengetahui fakta ini. Fenomena ini bersifat insaniyah dan naluriyah. Apalagi melihat bahwa ternyata Islam membolehkan poligami. Jadilah poligami sebagai isu menarik yang dikaji secara khusus oleh dua negara besar ini untuk menyusun tahapan langkah menghancurkan Islam.

Sampai kalimat ini, biasanya ada pembaca yang menilai penulis telah terjangkiti gejala paranoid terhadap ide konspirasi.

Oh tidak, jangan menuduh saya. Ini adalah pendapat Prof. Qol'ahji dalam sebuah analisisnya tentang bagaimana Barat berusaha menghancurkan Islam melalui isu Poligami. Bahkan mengenai  topik "Islam membolehkan poligami", menjadi bahan kajian khusus dalam lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang mereka bangun di dunia Islam. Sebagai lembaga pelopor, mereka membuka Universitas Amerika di Beirut dan Iskandariyah. Selanjutnya mereka mengirim alumni-alumninya ke negeri-negeri Islam untuk membuka lembaga pendidikan dengan kurikulum sejenis di sana.

Prof. Qol'ahji menulis, ada tiga tahap upaya Barat untuk menghancurkan Islam.

(1) Menciptakan keraguan terhadap kelayakan dan kebaikan prinsip-prinsip Islam seperti bolehnya poligami, cerai, haramnya riba dll

(2) Menjauhkan nilai-nilai dan prinsip Islam, setelah berusaha meyakinkan umat Islam bahwa nilai-nilai dan prinsip Islam sudah tidak layak untuk diterapkan. 

(3) Menawarkan nilai-nilai dan prinsip yang mereka buat sendiri sebagai pengganti Islam.

Keberhasilan Barat dalam isu poligami ini adalah dengan  banyaknya muslim yang membenci poligami. Bahkan selanjutnya membuat aturan-aturan yang menghalangi atau minimal mempersulit pelaksanaan poligami. Dengan demikian monogami adalah satu-satunya pilihan mulia. Untuk itu bagi para janda dianjurkan agar lebih mulia untuk bersabar dan menjadi single parent bagi anak-anaknya yang yatim. Program bekerja bagi para janda mendapatkan support yang kuat, untuk menguatkan posisi single parentnya. Agar mereka tidak memilih untuk menikah lagi,  apalagi dipoligami. Mengenai anak-anak yatim, masih banyak cara untuk menyantuninya, tanpa perlu menikahi ibunya. Intinya, segala program yang mencegah poligami akan mendapatkan dukungan sepenuhnya. Karena poligami adalah ancaman bagi keutuhan dan keharmonisan rumah tangga.

Bila prinsip dan nilai Islam ini telah tanggal dengan program-programnya yang "tampak baik" di mata kaum muslimin, maka Barat melancarkan program yang lain untuk keberhasilan tujuannya.
Program ini bagaikan virus yang diinjeksikan ke dalam tubuh umat. Mereka membuat program:

(1) Menebarkan perbuatan amoral dan akhlak yang tidak terpuji di tengah masyarakat muslim. Mereka memperalat wanita penghibur (pezina), pecandu minuman keras dan narkoba untuk menggoda kaum laki-laki. Dewasa ini banyak perempuan penggoda dengan akhlak buruk yang menggoyahkan iman dan ketaqwaan para suami. Muncullah para pelakor, yang oleh musuh-musuh Islam buru-buru disematkan juga secara langsung kepada perempuan istri kedua dalam poligami. Sebuah stigmatisasi buruk bagi perempuan baik-baik yang memang telah mereka  rencanakan. Tujuannya agar mereka malu dipoligami, atau minimal merasa rendah dan direndahkan sebagai istri kedua, ketiga dan keempat.

(2) Membatasi pertumbuhan penduduk di dunia Islam. Ketakutan Barat terhadap pesatnya pertumbuhan penduduk di dunia Islam, membuat mereka merancang program untuk mencegah para perempuan untuk hamil dan bersuami. Program ini berlabel pembatasan kelahiran di negera-negara berkembang. Poligami adalah ancaman bagi keberhasilan program pembatasan jumlah penduduk.

Jadi, apakah saya menyudutkan mereka yang memilih untuk tidak poligami? Tentu saja tidak sama sekali. Karena poligami itu hanya pilihan yang mubah, dan perlu persiapan khusus agar sukses dan bisa meraih keberkahannya. Sebagaimana ujian dalam setiap jenjang pendidikan yang tidak sama, hingga berbeda-beda usaha mempersiapkannya

Benar bahwa poligami adalah sebuah pernikahan dengan amal-amal yang lebih banyak. Namun ingatlah bahwa yang terbaik itu bukanlah amalan yang terbanyak, namun amalan yang terbaik. "Liyabluwakum ayyukum ahsanul amalan". Agar Dia menguji siapa di antara kalian yang terbaik amalnya.  Untuk itu fokuslah untuk membangun keluarga dengan amal-amal terbaik. Baik poligami atau monogami.

Tulisan ini bertujuan untuk membela hukum-hukum Islam. Agar ada di antara umat Islam yang masih mampu berdiri tegak untuk membela salah satu hukum Islam yang selama ini dicerca. Agar ada salah satu dari umat Islam yang mengatakan bahwa poligami sebagai hukum yang dibolehkan oleh Allah Ta'ala adalah bagian dari solusi terbaik bagi persoalan manusia. Bukan sekedar opini namun telah menjadi realita, karena telah terverifikasi kebenarannya. Saya (atau kami) bersyukur telah diberi kemudahan Allah Ta'ala untuk memverifikasinya. Alhamdulillah 'alaa ni'matil iiman wa 'alaa ni'matil Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar