BAB PUASA RAMADHAN DARI KITAB SAFINAH
WAJIBNYA PUASA ROMADHAN :
FASLUN. YAJIBU SHAUMU RAMADHANA BI-AHADI UMURI KHOMSATIN. AHADUHA BI-KAMALI SYAโBANA TSALATSINA YAUMAN. WA TSANIHA BI-RUโYATI AL-HILALI FI HAQQI MAN ROโAHU WA IN KANA FASIQON. WA TSALITSUHA BI-TSUBUTIHI FI HAQQI MAN LAM YAROHU BI-โADLI SYAHADATIN. WA ROBIโUHA BI-AKHBARI โADLI RIWAYATIN MAUTSUQIN BIHI SAWAAUN WAQOโA FI AL-QOLBI SHIDQUHU AM LA, ATU GHOIRU MAUTSUQIN BIHI IN WAQOโA FI AL-QOLBI SHIDQUHU. WA KHOMISUHA BATHNU DUKHULI ROMADHONA BI AL-IJTIHADI FI-MAN ISYTABAHA โALAIHI DZALIK.
Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Dengan mencukupkan bulan syaโban 30 hari.
2. Dengan melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
3. Dengan melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
4. Dengan Kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya.
5. Dengan beijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal tersebut.
Syarah atau penjelasan:
Diwajibkannya puasa Ramadhan dengan salah satu sebab yang ada lima. Pertama, sempurnanya bulan Syaโban, yaitu tiga puluh hari. Kedua, melihat tanggal (hilal) bagi seorang yang benar-benar melihatnya, meski ia orang fasik. Ketiga, melihat hilal dapat ditetapkan bagi orang yang tidak melihat hilal dengan sebab adanya persaksian orang yang adil dan dapat dipercaya bahwa ia telah melihat hilal. Keempat, informasi orang yang adil yang riwayatnya dapat dipercaya, baik di dalam hatinya benar atau pun tidak, atau tidak dapat dipercaya (fasik) tapi di dalam hatinya benar. Kelima, menyangka masuknya ramadhan dengan ijtihadnya sendiri bagi seorang yang remang-remang atau tidak dapat mengakses informasi dengan jelas. Seperti seorang yang ada di dalam buih atau penjara, yang tidak tahu masuknya ramadhan.
Ayat al-Quran yang mempertegas bahwa puasa ramadhan diwajibkan bagi umat Islam. Allah berfirman:
ููุง ุฃููููููุง ุงูููุฐูููู ุขูู
ููููุง ููุชูุจู ุนูููููููู
ู ุงูุตููููุงู
ู ููู
ูุง ููุชูุจู ุนูููู ุงูููุฐูููู ู
ููู ููุจูููููู
ู ููุนููููููู
ู ุชูุชููููููู
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwaโ (SQ. Al-Baqarah: 183)
SYARAT SAH PUASA :
FASLUN. SYURUTHU SYIHHATIHI ARBAโATU ASYAโA, ISLAMUN WA โAQLUN, WA NIQOโUN MIN NAHWI HAIDHIN, WA โILMUN BI-KAUNI AL-WAQTHI QOBILAN LI AS-SHOUM.
Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Suci dari seumpama darah haidh.
4. Dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Syarat sahnya puasaโbaik puasa wajib atau sunnahโada empat. Pertama, Islam. Kedua, berakal. Ketiga, bersih dari haidl. Dan keempat, mengetahui waktu yang sudah siap untuk melaksanakan puasa.
SYARAT WAJIB PUASA RAMADHAN :
FASLUN. SYURUTHU WUJUBIHI KHOMSATU ASYYAโA, ISLAMUN, WA TAKLIFUN, WA ITHOQOTUN, WA SIHHATUN, WA IQOMATUN.
Syarat wajib puasa ramadhan ada lima perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
3. Kuat berpuasa.
4. Sehat.
5. Iqamah (tidak bepergian).
Syarah atau penjelasan:
Syarat wajibnya puasa ada lima. 1). Islam. 2). Tertaklif. Artinya seseorang sudah baligh dan berakal. Ada pengecualian orang-orang yang tidak diwajibkan berpuasa yaitu anak kecil, orang gila, orang yang terserang penyakit epilepsi, dan mabuk. Karena mereka belum tertaklif.
3). Mampu melaksanakan puasa. Maka tidak wajib puasa bagi orang yang tidak mampu melaksanakan puasa, seperti orang yang sudah tua rentah atau orang sakit yang tidak mampu berpuasa.
4). Sehat. Sehingga tidak diwajibkan berpuasa bagi orang sakit.
5). Berdiam diri di rumah. Artinya bagi orang yang sedang melakukan bepergian jauh tidak diwajibkan berpuasa alias oleh berbuka.
Dalil ayat al-Quran yang menjelaskan syarat dan ada beberapa keadaan yang diperbolehkan berbuka puasa atau tidak diwajibkan berpuasa, tapi wajib diqadha pada hari-hari yang lain atau dengan membayar fidyah. Allah berfirman:
ุฃููููุงู
ูุง ู
ูุนูุฏููุฏูุงุชู ููู
ููู ููุงูู ู
ูููููู
ู ู
ูุฑููุถูุง ุฃููู ุนูููู ุณูููุฑู ููุนูุฏููุฉู ู
ููู ุฃููููุงู
ู ุฃูุฎูุฑู ููุนูููู ุงูููุฐูููู ููุทููููููููู ููุฏูููุฉู ุทูุนูุงู
ู ู
ูุณูููููู ููู
ููู ุชูุทููููุนู ุฎูููุฑูุง ูููููู ุฎูููุฑู ูููู ููุฃููู ุชูุตููู
ููุง ุฎูููุฑู ููููู
ู ุฅููู ููููุชูู
ู ุชูุนูููู
ูููู
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggati atau qadha) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin. Tetapi barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka ia lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (SQ. Al-Baqarah: 184)
ุดูููุฑู ุฑูู
ูุถูุงูู ุงูููุฐูู ุฃูููุฒููู ููููู ุงููููุฑูุขููู ููุฏูู ููููููุงุณู ููุจููููููุงุชู ู
ููู ุงููููุฏูู ููุงููููุฑูููุงูู ููู
ููู ุดูููุฏู ู
ูููููู
ู ุงูุดููููุฑู ููููููุตูู
ููู ููู
ููู ููุงูู ู
ูุฑููุถูุง ุฃููู ุนูููู ุณูููุฑู ููุนูุฏููุฉู ู
ููู ุฃููููุงู
ู ุฃูุฎูุฑู ููุฑููุฏู ุงูููููู ุจูููู
ู ุงููููุณูุฑู ููููุง ููุฑููุฏู ุจูููู
ู ุงููุนูุณูุฑู ููููุชูููู
ููููุง ุงููุนูุฏููุฉู ููููุชูููุจููุฑููุง ุงูููููู ุนูููู ู
ูุง ููุฏูุงููู
ู ููููุนููููููู
ู ุชูุดูููุฑูููู
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang salah). Karena itu barang siapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (ia wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur. (SQ. Al-Baqarah: 185)
RUKUN PUASA RAMADHAN :
FASLUN. ARKANUHU TSALATSATU ASYAโA. NIYATUN LAYLAN LI-KULLI YAUMIN FI AL-FARDLI, WA TARKU MUFTHIRIN DZAKIRON MUKHTARON GHOERO JAHILIN MAโDZURIN WA SHOIMIN.
Rukun puasa ramadhan ada tiga perkara, yaitu:
1. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan.
2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang maโzur (dimaโafkan).
3. Orang yang berpuasa.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Rukun puasa ada tiga. Pertama, niat puasa wajib di malah hari di setiap hari. Tempat niat adalah di hati dan wajib menghadirkan niat berpuasa.
Kedua, meninggalkan sesuatu yang bisa membatalkan puasa sepertu makan dan minum atau bersetubuh dengan istri.
Ketiga, ingat bahwa dirinya berpuasa, melaksanakannya atas kehendak pribadi tanpa paksaan, tidak bodoh yang dapat dianggap sebagai udzur, dan betul-betul berpuasa. Jika sebaliknya, semisal melaksanakan puasa atas dasar paksaan orang lain, maka tidak sah.
QADHA PUASA :
FASLUN. WA YAJUBU MAโA AL-QODHOI LI AS-SHAOMI AL-KAFAROTU AL-โUDHMA, WA AT-TAโZIRU โALA MAN AFSADA SHAOMAHU FI RAMADHANA YAUMAN KAMILAN BI-JIMAโIN TAMIN ATSAMMA BIHI LI AS-SHAOM, WA YAJIBU MAโA AL-QODHOI AL-IMSAKU LI AS-SAOMI FI SITTATI MAWADHIโA. AL-AWWALU FI RAMADHANA LA FI GHOERIHI โALA MUTAโADDIN BI-FITHRIHI. WA AT-TSANI โALA TARIKIN AN-NIYAT LAYLAN FI AL-FARDHI. WA AS-TSALITSU โALA MAN TASAHHARO DZANNAN BAQOA AL-LAYLI FA BANA KHILAFUHU. WA AR-ROBIโU โALA MAN AFTHORO DZHONNAN AL-GHURUBA FA BANA KHILAFUHU AYDHON.
WA AL-KHOMISU โALA MAN BANA LAHU YAUM AT-TSULUTSAYI SYAโBANA ANNAHU MIN ROMADONA. WA AS-SADISU โALA MAN SABAQOHU MAโ AL-MUBALAGHOH MIN MADLMADHOHTIN WA ISTINSYAQIN.
Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat besar dan teguran terhadap orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan satu hari penuh dengan sebab menjimaโ lagi berdosa sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan makan dan minum ketika batal puasanya pada enam tempat:
1. Dalam bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2. Terhadap orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3. Terhadap orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa Fajar telah terbit.
4. Terhadap orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui bahwa Matahari belum tenggelam.
5. Terhadap orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Syaโban tanggal tigapuluh, kemudian diketahui bahwa awal Ramadhan telah tiba.
6. Terhadap orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Bersamaan dengan wajib meng-qadha yaitu wajib membayar kafarah dan hukuman taโzir atas seseorang yang merusak puasa di bulan ramadhan satu hari penuh dengan sebab bersenggama dengan istrinya (jimaโ), dan ia pun berdosa.
Bersama dengan wajib meng-qadha yaitu wajib mengekang untuk berpuasa dalam enam kondisi atau keadaan. Pertama, di bulan ramadhan dan bukan yang lainnya bagi orang yang sembrono dan semena berbuka puasa. Seperti seorang yang minum arak sampai mabuk di malam hari bulan puasa ramadhan. Maka di siang hari ia harus memuntahkannya. Sehingga dengan sebab muntah, puasannya batal, akan tetapi ia wajib mengekah dengan tidak makan, minum dan jimak sebagaimana orang yang sedang berpuasa.
Kedua, orang yang meninggalkan niat puasa fardhu di malam hari, ia wajib mengekang diri agar tidak memakan, minum dan jimak layaknya seperti berpuasa, akan tetapi ia wajib meng-qadhanya.
Ketiga, seorang yang makan sahur karena menduga masih malam, namun kenyataannya sudah pagi, jika ia tidak berdasarkan ijtihad maka ia wajib meng-qadha serta mengekang seperti berpuasa.
Keempat, orang yang berbuka puasa dengan dugaan sudah masuk waktu maghrib, tapi kenyataannya berbeda. Maka ia tetapi mengekah seperti puasa dan sekaligus wajib qadha.
Kelima, seorang yang dengan jelas bahwa ternyata hari ketiga puluh bulan Syaโban adalah bulan ramadhan.
Kedelapan, orang yang menelan minuman dari seseorang yang air berkumur atau air isapan hidung.
BATAL PUASA RAMADHAN :
FASLUN. YABTHULU AS-SHOUMU BI-RIDDATIN WA HAIDHIN WA NIFASIN AU WILADATIN WA JUNUNIN WALAU LAHDHATAN WA BI-IGHMAIN WA SUKARIN TAโADDA BIHI IN โAMMA JAMIโ AN-NAHARI
Batal puasa seseorang dengan beberapa macam, yaitu:
- Sebab-sebab murtad.
- Haidh.
- Nifas.
- Melahirkan.
- Gila sekalipun sebentar.
- Pingsan dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Puasa bisa dibatalkan dengan sebab murtad, haid, nifas, atau menggendung anak
KATEGORI HUKUM MEMBATALKAN PUASA :
FASLUN. AL-IFTHORU FI ROMADHONA ARBAโATU ANWAโIN. WAJIBUN KAMA FI AL-HAIDL WA NUFASAโ. WA JAIZUN KAMA FI AL-MUSAFIR WA AL-MARIDL. WALA WALA KAMA FI AL-MAJNUN. WA MUHARROMUN KAMAN AKKHORO QODHUA ROMADHONA MAโA TAMAKKUNIHI HATTA DHOQO AL-MAQTU โANHU.
WA AQSAMU AL-IFTHARI ARBAโATUN AYDHON. MA YALZAMU FIHI AL-QODHOU WA AL-FIDYATU WA HUWA ITSNANI, AL-AWWAL AL-IFTHOR LI-KHAUFIN โALA GHOERIHI, WA AT-TSANI AL-IFTHOR MAโA TAโKHIRI QODHOIN MAโA IMKANIHI YAโTIYA ROMADHONUN AKHOR. ATSANIHA MA YALZAMU FIHI AL-QODHOโ DUNA AL-FIDYAH WAHUA YUKATSIRU KAL-MUGHMA โALAIHI, WA TSALITSUHA MA YALZAMU FIHI AL-FIDYATU DUNA AL-QODOโ WA HUAS SYAIKHUN KABIRUN. WA ROBIโUHA LA WA LA WA HUA AL-MAJNUNU AL-LADZI LAM YAโTAD BI-JUNUJIHI.
Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu:
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
1. Orang yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Berbuka puasa di bulan Ramadhan terdapat empat keadaan dan hukum. Pertama, berbuka puasa adalah wajib sebagaimana perempuan yang sedang mengalami menstruasi (haid) dan perempuan yang mengalami nifas. Kedua, berbuka puasa adalah diperbolehkan sebagimana orang yang dalam keadaan diperjalanan (musafir) dan orang yang sedang sakit. Ketiga, berbuka puasa yang tidak diwajibkan dan juga tidak diperbolehkan yaitu bagi orang gila. Keempat, berbuka puasa diharamkan bagi orang yang mengakhirkan qadha puasa ramadhan padahal ia punya banyak kesempatan waktu yang sangat luas sampai waktu untuk meng-qadha semakin menyempit.
Setelah membahas berbagaimacam hukum berbuka puasa di bulan ramadhan dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi seseorang. Selanjutnya menjelaskan konsekwensi dan hukuman apa yang setimpal bagi orang yang berbuka puasa di bulan ramadhan, setidaknya ada empat juga konsekwensi bagi hukuman orang yang berbuka puasa tersebut. Pertama, wajib meng-qadha sekaligus bayar fidyah (denda) bagi dua jenis penyebab berbuka puasa, yaitu 1). Berbuka puasa disebabkan takut pada ancaman orang lain, dan 2). Berbuka puasa serta dalam menunaikan qadha-nya diakhirkan sampai menjelang bulan ramadhan yang lain, padahal ia memiliki waktu yang cukup luas untuk memenuhinya.
Kedua, wajib qadha tapi tidak wajib membayar fidyah, dan jenis inilah yang paling banyak. Seperti orang yang terserah penyakit epilepsi (ayan) pada waktu berpuasa, orang yang lupa niat, dan orang-orang yang berbuka puasa secara sembrono semaunya (sendiri) kecuali berbuka puasa disebabkan jimaโ.
Ketiga, wajib membayar fidyah tapi tidak wajib qadha puasa, seperti orang yang sudah tua rentah yang sama sekali tidak mampu menjalankan puasa sepanjang masanya.
Keempat, tidak diwajibkan membayar fidyah dan juga tidak diwajibkan qadha puasa, yaitu anak kecil yang belum baligh, orang gila yang penyebab kegilaannya tidak dikarenakan penyebab yang sembarangan dan semaunya sendiri, dan orang kafir asli.
Berkaitan dengan konsekwensi bagi orang yang berbuka puasa disebabkan ada udzur tertentu, sebagaimana Allah berfirman:
ุฃููููุงู
ูุง ู
ูุนูุฏููุฏูุงุชู ููู
ููู ููุงูู ู
ูููููู
ู ู
ูุฑููุถูุง ุฃููู ุนูููู ุณูููุฑู ููุนูุฏููุฉู ู
ููู ุฃููููุงู
ู ุฃูุฎูุฑู ููุนูููู ุงูููุฐูููู ููุทููููููููู ููุฏูููุฉู ุทูุนูุงู
ู ู
ูุณูููููู ููู
ููู ุชูุทููููุนู ุฎูููุฑูุง ูููููู ุฎูููุฑู ูููู ููุฃููู ุชูุตููู
ููุง ุฎูููุฑู ููููู
ู ุฅููู ููููุชูู
ู ุชูุนูููู
ูููู
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggati atau qadha) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin. Tetapi barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka ia lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (SQ. Al-Baqarah: 184)
ุดูููุฑู ุฑูู
ูุถูุงูู ุงูููุฐูู ุฃูููุฒููู ููููู ุงููููุฑูุขููู ููุฏูู ููููููุงุณู ููุจููููููุงุชู ู
ููู ุงููููุฏูู ููุงููููุฑูููุงูู ููู
ููู ุดูููุฏู ู
ูููููู
ู ุงูุดููููุฑู ููููููุตูู
ููู ููู
ููู ููุงูู ู
ูุฑููุถูุง ุฃููู ุนูููู ุณูููุฑู ููุนูุฏููุฉู ู
ููู ุฃููููุงู
ู ุฃูุฎูุฑู ููุฑููุฏู ุงูููููู ุจูููู
ู ุงููููุณูุฑู ููููุง ููุฑููุฏู ุจูููู
ู ุงููุนูุณูุฑู ููููุชูููู
ููููุง ุงููุนูุฏููุฉู ููููุชูููุจููุฑููุง ุงูููููู ุนูููู ู
ูุง ููุฏูุงููู
ู ููููุนููููููู
ู ุชูุดูููุฑูููู
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang salah). Karena itu barang siapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (ia wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur. (SQ. Al-Baqarah: 185)
YANG TIDAK MEMBATALKAN PUASA
FASLUN. AL-LADZI LA YUFTHIRU MIMMA YASHILU ILA AL-JAUFI SABโATU AFRODIN, MA YASHILU ILA AL-JAUF BI-NISYANIN AU JAHLIN AU IKROHIN WA BI-JIRYANI RIQIN BI-MA BAYNA ASNANIHI WA QOD โAJIZA โAN MAJJIHI LI-โUDZRIHI.
WA MA WASHOLA ILA AL-JAUF WA KANA GUBARA THORIQIN WA MA WASHOLA ILAIHI WA KANA GURBALATA DAQIQIN ATU DUBABAN THAIRAN AU NAHWAHU.
WA AL-LAHU AโLAM BI AS-SHOWAB. NASโALU AL-LAHA AL-KARIM BI-JAHI NABIYYIHI AL-WASYIM AN YUKHRIJADI MIN AD-DUNYA MUSLIMAN WA WALIDAYYA WA AHIBBAโY WA MAN ILAYYA INTAMA WA AN YAGHFIROLY WA LAHUM MUQHIMATIN WA LAMAMA WA SHOLA ALLOHU โALA SAYYIDINA MUHAMMAD IBNU โABDULLAHI BIN โABDU AL-MUTHALLIBI BIN HASYIM BIN โABDU MANAFIN WA ROSULI AL-MALAHIM HABIBI ALLAH AL-FATIH AL-KHOTIM WA ALIHI WA SOHBOHI AJMAโIN WA AL-HAMDU LILLAHI ROBBI AL-โALAMINA.
Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut denga lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya .
3. Atau dipaksa orang lain.
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Ada tujuh kondisi atau keadaan yang menyebabkan tidak membatalkan puasa segenap sesuatu yang sampai dan masuk ke dalam perut seseorang. Pertama, dengan sebab lupa. Sebagaimana hadits Nabi yang menyatakan bahwa โBarang siapa yang lupa bahwa ia adalah orang yang sedang berpuasa, kemudian makan atau minum maka orang itu harus tetap melanjutkan dan menyempurnakan puasanya, sedangkan makanan dan minuman yang tertelah adalah pemberian Allah bagi dirinyaโ, diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, dan hadits tersebut termasuk hadits sahih.
Kedua, dengan sebab tidak tahu. Ketiga, dipaksa agar makan atau minum.
Keempat, mengalirnya ludah yang ada di antara sela-sela gigi dan tidak mampu untuk meludahkan atau mengeluarkannya disebabkan ada udzur. Berbeda dengan riak atau dahak yang dapat dikeluarkan dengan mudah, maka harus dikeluarkan dan tidak boleh ditelan. Demikian juga semisal ada sisa-sisa Kopi di dalam mulut, lidah dan gigi seseorang yang kebetulan minum kopi menjelang fajar, maka sisa-sisa Kopi itu harus dikeluarkan dari mulutnya sampai tidak tersisa.
Kelima, debu jalanan yang masuk ke dalam perut, baik debu yang suci atau najisโmeskipun najis mughalladhah maka tidak membatalkan puasa.
Keenam, debunya gelepung atau tepung terigu atau aci yang berterbangan masuk ke dalam perut seseorang maka tidak membatalkan puasa.
Ketujuh, lalat atau nyamuk dan sesamanya yang terbang memasuki mulut seseorang kemudian tertelan, maka tidak membatalkan puasa sebab susah untuk dihindarinya.
TENTANG PENULIS KITAB :
Penulis kitab Safinah adalah seorang ulama besar yang sangat terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Sa'ad bin SumairAl-Hadhrami. Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi'i. Selain itu, beliau adalah seorang pendidik yang dikenal sangat ikhlas dan penyabar, seorang qodhi yang adil dan zuhud kepada dunia, bahkan beliav juga seorang politikus dan pengamat militer negaraยญnegara Islam. Beliau dilahirkan di desa Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal sebagai pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu keยญagamaan.
Sebagaimana para ulama besar lainnya, Syekh Salim meยญmulai pendidikannya dengan bidang Al-Qur'an di bawah pengยญawasan ayahandanya yang juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair. Dalam waktu yang singkat Syekh Salim mampu menyelesaikan belajarnya dalam bidang Al-Qur'an tersebut, bahkan beliau meraih basil yang baik dan prestasi yang tinggi. Beliau juga mempelajari bidangยญbidang lainnya seperti halnya ilmu bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam. Ilmu-ilmu tersebut beliau pelajari dari para ulama besar yang sangat terkemuka pada abad ke-13 H di daerah Hadhramaut, Yaman. Tercatat di antara nama-nama gurunya adal ah:
1. Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair
2. Syekh Abdullah bin Ahmad Basudan
Kitab Safinah memiliki nama lengkap "Safinatun Najah Fiima Yajibu `ala Abdi Ii Maulah" (perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tuยญhannya). Kitab ini walaupun kecil bentuknya akan tetapi saยญngatlah besar manfaatnya
https://dokumenpemudatqn.blogspot.com/2012/07/puasa-ramadhan-terjemahan-kitab-safinah.html?m=1
Sumber Tulisan : dari Status S A Tqn di Facebook Pemuda TQN Suryalaya
(Sumber Link : https://www.facebook.com/groups/pemudatqnsuryalaya/permalink/341918345893939/ )