Kamis, 20 April 2023

RUMAHKU SURGAKU, AYO KITA WUJUDKAN

Bismillahirrohmanirrohiim. 
Bagai purnama yang sudah tinggal separuh, bahkan bisa dibilang sudah menjadi sabit di akhir masa. Padahal purnama baru akan mengenal sosok yang kelak dari rahimnya lah, tunas - tunas para ulama bermunculan. 
Waktu itu, hanya bermodal keyakinan untuk bisa menjadi pribadi yang bahagia dan membahagiakan, diberanikanlah untuk mempersunting seorang akhwat yang akan menggenapkan bulan di hati yang sudah menjadi sabit. Berat memang, tapi bukan tidak mungkin bisa berhasil. Berat untuk purnama, belajar bagaimana menghapus segala rekam jejak keburukan dan fatamorgana keindahan di masa lalu. Berat juga untuknya, karena harus mendampingi purnama yang sudah pernah patah untuk yang kesekian kalinya.
______
Terakhirnya kapan?
Berakhirnya kapan?
Pertemuannya kapan?
          Wajah pelangi dalam kemilau putih langit...
          Menembus jantung langit!
          Merobek dinding langit! 
Di batas panjang sebuah perjalanan...
Batas panjang sebuah penantian..
    _______  
Atau???
Senyum bayangan
Tiada terlihat mata
          Dalam hati...
          Bangilku sayang
Tapi sudah bukan debur mimpi, memori dan emosi
Lentera yang indah
Menyatu dengan purnama 
          Suatu masa 
          Dalam cerita...
_____
Waktu aqad pun tiba, purnama belajar mengikhlaskan segala gemerlap bintang yang dulu pernah menghiasi hatinya. Namun, apa yang terjadi?, bermacam goda dan coba sejak minggu - minggu awal pernikahan sudah mulai nampak di depan mata. 
Purnama hanya manusia biasa? Memang. Dan belahan jiwanya tentu juga manusia biasa yang bisa merasa pedih saat tertusuk hatinya dengan duri - duri tajam itu. 
Perbaikan terus dilakukan. Penyandaran akan Kuasa Robb semesta alam juga tidak dilupakan. Purnama ingat janjinya sebelum mempersunting bidadari surganya, bahwa dia telah berjanji dengan sekuat tenaga akan menahkodai bahtera rumah tangganya menuju gerbang surga-Nya. 
Teiringat betul janji yang telah terucap, bahwa purnama akan menggandeng tangan lentera, - ya lentera merah, cahaya yang menyejukkan hati tanpa membuat mata dunia menjadi perih, untuk bersama - sama menghadapi fananya fananya dunia dengan dzikir. Jikapun dunia ibarat roda kehidupan, dia tidak peduli mau berada di atas atau di bawah, asal bersama bidadarinya, sungguh semesta kan bisa berdamai dengannya.
Hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan dan tahun ke tahun berlalu dengan begitu cepat. Tak terasa mereka sudah melewati usia pernikahan menjelang 10 tahun di tanggal 19 mei 2023 ini. 
Beragam hujan gerimis musibah datang silih berganti, mulai dari kehilangan sang penjaga ilmu, anak pertama mereka dan disusul dengan kehilangan ananda Dhuha karena adanya penyakit dhohir yang kompleks, hingga beberapa kali diterpa badai dan prahara rumah tangga yang terbilang hampir - hampir mustahil untuk diselamatkan kecuali atas campur tangan dari Dzat Penggenggam langit dan bumi.
Perbedaan karakter dan pola pengasuhan semasa kecil juga turut memberi andil akan masalah - masalah yang terjadi. Berkeinginan bahagia dan meminta untuk dicintai juga menjadi perasaan yang sama  diantara mereka. Namun, karena komunikasi yang belum terlalu lancar, jadinya yang ada malah saling tidak ada pengertian dan bawaannya ingin segera saja memecahkan dan menenggelamkan bahtera yang susah payah mereka bangun.
Masalah anak juga kerap menjadi ajang untuk meluapkan emosi dan frustasi. Ada riak - riak dalam menerapkan pola pengasuhan kepada anak menjadi pemandangan sehari - hari dalam bahtera rumah tangga mereka. Purnama inginnya begini, sang umi inginnya begitu, ah sudahlah. Komunikasi dari hati ke hati memang penting dilakukan. 
Mengikuti program - program coaching rumah tangga, mulai dari yang free hingga berbayar sudah dilakukan, mulai dari program rumah Rasa Surga, Happy Parenting Class dan beragam webinar yang lain juga diikuti. Namun usaha itu tampaknya belum terlalu membuahkan hasil untuk memecah dan mencairkan kebekuan dalam hati keduanya. Memang anak yang terlahir sudah lima, namun terkadang watak dan karakter masih seperti anak PAUD yang suka cengeng kalau mainannya direbut temennya dan suka nangis tiada henti saat tidak diajak ke pasar malam oleh Ayah Bundanya 😭. 
Hingga pada hari Ahad, tanggal 18 Ramadhan 1444H, bertepatan dengan tanggal 9 April 2023, keduanya disuruh oleh Abi Yasin, orang tua yang kini menanungi keduanya di Ma'had Al-Abqary, Serang, Banten untuk mengikuti Training Keluarga Samara offline di aula pondok. Sejak awal penyampaian materi, tak terasa bulir - bulir air mata keras mengalir dari pipi purnama. Entah lentera waktu itu, apakah air mata juga deras mengalir? Entahlah. Namun, singkatnya, purnama tahu bahwa lentera juga tak kuasa menahan tangis yang sangat saat tangan keduanya berada di atas paha yang sama, sama - sama di atas pangkuan lentera. 
Di satu sesi, keduanya diminta saling menatap dan meratap dalam hati, tanpa berkata - kata. Melepaskan energi - energi negatif dan kemarahan - kemarahan jiwa yang sulit keluar. Terlalu banyak luapan jiwa waktu itu yang tak keluar dari lisan, namun bisa dirasakan oleh hati pasangannya. Ya, hati keduanya sedang kurang baik dan perlu disembuhkan dengan segera. Dan ternyata sungguh sebuah kenikmatan agung di ramadhan kali ini, bahwa hati keduanya mulai bisa menautkan satu sama lain saat tangan dengan tangan saling bergandengan dan menangis untuk waktu yang bersamaan 😭. Tangisan yang bagi keduanya, itu adalah tangis haru kedua setelah tangis bahagia pertama mereka saat setelah akad nikah 😭😭😭
Dan setelah Training Keluarga samara itu, keduanya sudah tidak berjanji lagi, namun berusaha mengulang janji yang dulu pernah terucap saat akad yang suci. Purnama dan lentera berusaha membesarkan buah hati mereka yang masih tersisa agar bisa bertemu dan bersama - sama kembali dengan saudara - saudara mereka di surga-Nya kelak 🤲😭🙏🏻
Ya, itulah purnama dan lentera. Dua insan yang disatukan oleh Allah dalam mengarungi samudera kehidupan di dunia ini dalam janji suci. Dua insan yang masih terus perlu belajar dan mendapat bimbingan dari para guru dan orangtua semua. Dua insan yang kini berusaha untuk menyulam benang - benang cinta yang sempat kusut menuju cinta yang suci, cinta yang abadi seiring dengan keabadian jannah...

أدخلوا الجنة أنتم وأزواجكم تحبرون (الزخروف: ٧.)
{ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ } التي هي دار القرار { أَنْتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ }- أي: من كان على مثل عملكم، من كل مقارن لكم، من زوجة، وولد، وصاحب، وغيرهم.
{ تُحْبَرُونَ }- أي: تنعمون وتكرمون، ويأتيكم من فضل ربكم من الخيرات والسرور والأفراح واللذات، ما لا تعبر الألسن عن وصفه.

"Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan pasanganmu akan digembirakan...” (Az-Zukhruf: 70)

 Pesantren Al Abqary 

#TrainingKeluargaSAMARAAbqary #PSBalabqary2023 #pesantrenalabqary #AbqaryHebat #MondokDiAlabqary
_____
Nb:
Percakapan wa yang sempat terekam antara keduanya saat awal - awal menikah 🙂:

Mendung terang saat kasihku tersenyum
Dingin hangat gurauan mengokohkan pertalian
Sakit meradang terkalahkan oleh kuatnya keyakinan yang menghujam
Pinta terkabul serupa permohonan
Rasa merenda rajutan kisah jiwa
Duka terselip menanti takdir masa
Menyandar dan tersadar pada keabadian yang menjadi tujuan
Mengobati segores luka hati yang tersembunyi
Dalam tetes – tetes air bening yang menghiba di haribaan Cinta Sejati
Berlalu dalam akhir kisah yang pasti
Berlabuh di samudera kasih abadi
Bersama kekasih yang tertakdir kini dan nanti…
Hubbi…
Ukhibbuka fillah…
#LenteraMerah

Jika memang air laut terlalu asin untuk kita minum
Menambah dahaga kekeringan sebanyak diminum
Walau berusaha sedia limpahan tetes – tetes embun yang sudah terminum
Namun ternyata dunia masih ingin meminum
Maka belumlah cukup di sini pencarianku akan telaga
Mengobat luka menghilang dahaga
Jika perlu semua sumber kasih semesta akan kuberi
Asal cinta senyum bahagia menyambut pagi
Semoga curah surya masih bisa disemi lentera di tengah mendung yang beranjak pergi
#SinarPutih

Deru hasrat anak manusia menggulung karang terjal menjulang
Ingin samudera penghilang dahaga…
Harap tetesan embun tuk melenyapkannya
Namun lalai siapa diri yang menghamba lemah, hina tanpa Yang Maha
Bila Lentera hanya mengharap kasih dari manusia, tak akan senyum merekah bersama SuryaPagi yang hangat tak menyngat...
Lentera menyala bahagia selagi bisa menerangi gelap SinarPutih purnama yang tertutup mendung duka…
#LenteraMerah

Bukan menghamba pada lemah hanya lemah selemah – lemahnya tanpa Kuat Sang Maha Kuat
Bukan sekedar menghamba
Namun jika harus mengusap kaki purnama Sang Maha Cinta rela membuka mata, maka lakukan saja semua kata
Hanya tuju Ilahi itulah tapi
Dalam hati tetaplah menyala dalam penghambaan hamba
Tiada hina di bawah hamba yang diri selalu dihambakan pada Pemilik hamba
Bukan hanya sekedar menghamba tanpa jiwa
Tapi beginilah cahaya yang kini menjadi senja yang memerah
Hadirnya semoga bisa memeluk erat – erat Lentera yang telah dijabat dalam kesucian hati yang terikat
Beginilah Putih yang ingin terus menyinari pagi dan malam hari dimanapun bumi tersirami…
#SinarPutih

23 Juni 2014, #BumiAllahAturanAllah
_____
Sinar putih itu purnama 🙂🙏🏻

Sabtu, 20 Maret 2021

FIQH RAMADHAN

BAB PUASA RAMADHAN DARI KITAB SAFINAH

WAJIBNYA PUASA ROMADHAN :
FASLUN. YAJIBU SHAUMU RAMADHANA BI-AHADI UMURI KHOMSATIN. AHADUHA BI-KAMALI SYA’BANA TSALATSINA YAUMAN. WA TSANIHA BI-RU’YATI AL-HILALI FI HAQQI MAN RO’AHU WA IN KANA FASIQON. WA TSALITSUHA BI-TSUBUTIHI FI HAQQI MAN LAM YAROHU BI-‘ADLI SYAHADATIN. WA ROBI’UHA BI-AKHBARI ‘ADLI RIWAYATIN MAUTSUQIN BIHI SAWAAUN WAQO’A FI AL-QOLBI SHIDQUHU AM LA, ATU GHOIRU MAUTSUQIN BIHI IN WAQO’A FI AL-QOLBI SHIDQUHU. WA KHOMISUHA BATHNU DUKHULI ROMADHONA BI AL-IJTIHADI FI-MAN ISYTABAHA ‘ALAIHI DZALIK.
Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah satu ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Dengan mencukupkan bulan sya’ban 30 hari.
2. Dengan melihat bulan, bagi yang melihatnya sendiri.
3. Dengan melihat bulan yang disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
4. Dengan Kabar dari seseorang yang adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi orang yang mendengar membenarkannya.
5. Dengan beijtihad masuknya bulan Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal tersebut.
Syarah atau penjelasan:
Diwajibkannya puasa Ramadhan dengan salah satu sebab yang ada lima. Pertama, sempurnanya bulan Sya’ban, yaitu tiga puluh hari. Kedua, melihat tanggal (hilal) bagi seorang yang benar-benar melihatnya, meski ia orang fasik. Ketiga, melihat hilal dapat ditetapkan bagi orang yang tidak melihat hilal dengan sebab adanya persaksian orang yang adil dan dapat dipercaya bahwa ia telah melihat hilal. Keempat, informasi orang yang adil yang riwayatnya dapat dipercaya, baik di dalam hatinya benar atau pun tidak, atau tidak dapat dipercaya (fasik) tapi di dalam hatinya benar. Kelima, menyangka masuknya ramadhan dengan ijtihadnya sendiri bagi seorang yang remang-remang atau tidak dapat mengakses informasi dengan jelas. Seperti seorang yang ada di dalam buih atau penjara, yang tidak tahu masuknya ramadhan.
Ayat al-Quran yang mempertegas bahwa puasa ramadhan diwajibkan bagi umat Islam. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (SQ. Al-Baqarah: 183)

SYARAT SAH PUASA :
FASLUN. SYURUTHU SYIHHATIHI ARBA’ATU ASYA’A, ISLAMUN WA ‘AQLUN, WA NIQO’UN MIN NAHWI HAIDHIN, WA ‘ILMUN BI-KAUNI AL-WAQTHI QOBILAN LI AS-SHOUM.
Syarat sah puasa ramadhan ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Suci dari seumpama darah haidh.
4. Dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah
Syarat sahnya puasa—baik puasa wajib atau sunnah—ada empat. Pertama, Islam. Kedua, berakal. Ketiga, bersih dari haidl. Dan keempat, mengetahui waktu yang sudah siap untuk melaksanakan puasa.

SYARAT WAJIB PUASA RAMADHAN :
FASLUN. SYURUTHU WUJUBIHI KHOMSATU ASYYA’A, ISLAMUN, WA TAKLIFUN, WA ITHOQOTUN, WA SIHHATUN, WA IQOMATUN.
Syarat wajib puasa ramadhan ada lima perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
3. Kuat berpuasa.
4. Sehat.
5. Iqamah (tidak bepergian).
Syarah atau penjelasan:
Syarat wajibnya puasa ada lima. 1). Islam. 2). Tertaklif. Artinya seseorang sudah baligh dan berakal. Ada pengecualian orang-orang yang tidak diwajibkan berpuasa yaitu anak kecil, orang gila, orang yang terserang penyakit epilepsi, dan mabuk. Karena mereka belum tertaklif.
3). Mampu melaksanakan puasa. Maka tidak wajib puasa bagi orang yang tidak mampu melaksanakan puasa, seperti orang yang sudah tua rentah atau orang sakit yang tidak mampu berpuasa.
4). Sehat. Sehingga tidak diwajibkan berpuasa bagi orang sakit.
5). Berdiam diri di rumah. Artinya bagi orang yang sedang melakukan bepergian jauh tidak diwajibkan berpuasa alias oleh berbuka.
Dalil ayat al-Quran yang menjelaskan syarat dan ada beberapa keadaan yang diperbolehkan berbuka puasa atau tidak diwajibkan berpuasa, tapi wajib diqadha pada hari-hari yang lain atau dengan membayar fidyah. Allah berfirman:
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggati atau qadha) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin. Tetapi barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka ia lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (SQ. Al-Baqarah: 184)

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang salah). Karena itu barang siapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (ia wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur. (SQ. Al-Baqarah: 185)

RUKUN PUASA RAMADHAN :
FASLUN. ARKANUHU TSALATSATU ASYA’A. NIYATUN LAYLAN LI-KULLI YAUMIN FI AL-FARDLI, WA TARKU MUFTHIRIN DZAKIRON MUKHTARON GHOERO JAHILIN MA’DZURIN WA SHOIMIN.
Rukun puasa ramadhan ada tiga perkara, yaitu:
1. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadhan.
2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada paksaan) dan tidak bodoh yang ma’zur (dima’afkan).
3. Orang yang berpuasa.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Rukun puasa ada tiga. Pertama, niat puasa wajib di malah hari di setiap hari. Tempat niat adalah di hati dan wajib menghadirkan niat berpuasa.
Kedua, meninggalkan sesuatu yang bisa membatalkan puasa sepertu makan dan minum atau bersetubuh dengan istri.
Ketiga, ingat bahwa dirinya berpuasa, melaksanakannya atas kehendak pribadi tanpa paksaan, tidak bodoh yang dapat dianggap sebagai udzur, dan betul-betul berpuasa. Jika sebaliknya, semisal melaksanakan puasa atas dasar paksaan orang lain, maka tidak sah.

QADHA PUASA :
FASLUN. WA YAJUBU MA’A AL-QODHOI LI AS-SHAOMI AL-KAFAROTU AL-‘UDHMA, WA AT-TA’ZIRU ‘ALA MAN AFSADA SHAOMAHU FI RAMADHANA YAUMAN KAMILAN BI-JIMA’IN TAMIN ATSAMMA BIHI LI AS-SHAOM, WA YAJIBU MA’A AL-QODHOI AL-IMSAKU LI AS-SAOMI FI SITTATI MAWADHI’A. AL-AWWALU FI RAMADHANA LA FI GHOERIHI ‘ALA MUTA’ADDIN BI-FITHRIHI. WA AT-TSANI ‘ALA TARIKIN AN-NIYAT LAYLAN FI AL-FARDHI. WA AS-TSALITSU ‘ALA MAN TASAHHARO DZANNAN BAQOA AL-LAYLI FA BANA KHILAFUHU. WA AR-ROBI’U ‘ALA MAN AFTHORO DZHONNAN AL-GHURUBA FA BANA KHILAFUHU AYDHON.
WA AL-KHOMISU ‘ALA MAN BANA LAHU YAUM AT-TSULUTSAYI SYA’BANA ANNAHU MIN ROMADONA. WA AS-SADISU ‘ALA MAN SABAQOHU MA’ AL-MUBALAGHOH MIN MADLMADHOHTIN WA ISTINSYAQIN.
Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat besar dan teguran terhadap orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan satu hari penuh dengan sebab menjima’ lagi berdosa sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan makan dan minum ketika batal puasanya pada enam tempat:
1. Dalam bulan Ramadhan bukan selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2. Terhadap orang yang meninggalkan niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3. Terhadap orang yang bersahur karena menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa Fajar telah terbit.
4. Terhadap orang yang berbuka karena menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui bahwa Matahari belum tenggelam.
5. Terhadap orang yang meyakini bahwa hari tersebut akhir Sya’ban tanggal tigapuluh, kemudian diketahui bahwa awal Ramadhan telah tiba.
6. Terhadap orang yang terlanjur meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Bersamaan dengan wajib meng-qadha yaitu wajib membayar kafarah dan hukuman ta’zir atas seseorang yang merusak puasa di bulan ramadhan satu hari penuh dengan sebab bersenggama dengan istrinya (jima’), dan ia pun berdosa.
Bersama dengan wajib meng-qadha yaitu wajib mengekang untuk berpuasa dalam enam kondisi atau keadaan. Pertama, di bulan ramadhan dan bukan yang lainnya bagi orang yang sembrono dan semena berbuka puasa. Seperti seorang yang minum arak sampai mabuk di malam hari bulan puasa ramadhan. Maka di siang hari ia harus memuntahkannya. Sehingga dengan sebab muntah, puasannya batal, akan tetapi ia wajib mengekah dengan tidak makan, minum dan jimak sebagaimana orang yang sedang berpuasa.
Kedua, orang yang meninggalkan niat puasa fardhu di malam hari, ia wajib mengekang diri agar tidak memakan, minum dan jimak layaknya seperti berpuasa, akan tetapi ia wajib meng-qadhanya.
Ketiga, seorang yang makan sahur karena menduga masih malam, namun kenyataannya sudah pagi, jika ia tidak berdasarkan ijtihad maka ia wajib meng-qadha serta mengekang seperti berpuasa.
Keempat, orang yang berbuka puasa dengan dugaan sudah masuk waktu maghrib, tapi kenyataannya berbeda. Maka ia tetapi mengekah seperti puasa dan sekaligus wajib qadha.
Kelima, seorang yang dengan jelas bahwa ternyata hari ketiga puluh bulan Sya’ban adalah bulan ramadhan.
Kedelapan, orang yang menelan minuman dari seseorang yang air berkumur atau air isapan hidung.

BATAL PUASA RAMADHAN :
FASLUN. YABTHULU AS-SHOUMU BI-RIDDATIN WA HAIDHIN WA NIFASIN AU WILADATIN WA JUNUNIN WALAU LAHDHATAN WA BI-IGHMAIN WA SUKARIN TA’ADDA BIHI IN ‘AMMA JAMI’ AN-NAHARI
Batal puasa seseorang dengan beberapa macam, yaitu:
- Sebab-sebab murtad.
- Haidh.
- Nifas.
- Melahirkan.
- Gila sekalipun sebentar.
- Pingsan dan mabuk yang sengaja jika terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Puasa bisa dibatalkan dengan sebab murtad, haid, nifas, atau menggendung anak

KATEGORI HUKUM MEMBATALKAN PUASA :
FASLUN. AL-IFTHORU FI ROMADHONA ARBA’ATU ANWA’IN. WAJIBUN KAMA FI AL-HAIDL WA NUFASA’. WA JAIZUN KAMA FI AL-MUSAFIR WA AL-MARIDL. WALA WALA KAMA FI AL-MAJNUN. WA MUHARROMUN KAMAN AKKHORO QODHUA ROMADHONA MA’A TAMAKKUNIHI HATTA DHOQO AL-MAQTU ‘ANHU.
WA AQSAMU AL-IFTHARI ARBA’ATUN AYDHON. MA YALZAMU FIHI AL-QODHOU WA AL-FIDYATU WA HUWA ITSNANI, AL-AWWAL AL-IFTHOR LI-KHAUFIN ‘ALA GHOERIHI, WA AT-TSANI AL-IFTHOR MA’A TA’KHIRI QODHOIN MA’A IMKANIHI YA’TIYA ROMADHONUN AKHOR. ATSANIHA MA YALZAMU FIHI AL-QODHO’ DUNA AL-FIDYAH WAHUA YUKATSIRU KAL-MUGHMA ‘ALAIHI, WA TSALITSUHA MA YALZAMU FIHI AL-FIDYATU DUNA AL-QODO’ WA HUAS SYAIKHUN KABIRUN. WA ROBI’UHA LA WA LA WA HUA AL-MAJNUNU AL-LADZI LAM YA’TAD BI-JUNUJIHI.
Membatalkan puasa di siang Ramadhan terbagi empat macam, yaitu:
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang yang berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan, sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
1. Orang yang diwajibkan qhadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena takut terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqhadha tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Berbuka puasa di bulan Ramadhan terdapat empat keadaan dan hukum. Pertama, berbuka puasa adalah wajib sebagaimana perempuan yang sedang mengalami menstruasi (haid) dan perempuan yang mengalami nifas. Kedua, berbuka puasa adalah diperbolehkan sebagimana orang yang dalam keadaan diperjalanan (musafir) dan orang yang sedang sakit. Ketiga, berbuka puasa yang tidak diwajibkan dan juga tidak diperbolehkan yaitu bagi orang gila. Keempat, berbuka puasa diharamkan bagi orang yang mengakhirkan qadha puasa ramadhan padahal ia punya banyak kesempatan waktu yang sangat luas sampai waktu untuk meng-qadha semakin menyempit.
Setelah membahas berbagaimacam hukum berbuka puasa di bulan ramadhan dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi seseorang. Selanjutnya menjelaskan konsekwensi dan hukuman apa yang setimpal bagi orang yang berbuka puasa di bulan ramadhan, setidaknya ada empat juga konsekwensi bagi hukuman orang yang berbuka puasa tersebut. Pertama, wajib meng-qadha sekaligus bayar fidyah (denda) bagi dua jenis penyebab berbuka puasa, yaitu 1). Berbuka puasa disebabkan takut pada ancaman orang lain, dan 2). Berbuka puasa serta dalam menunaikan qadha-nya diakhirkan sampai menjelang bulan ramadhan yang lain, padahal ia memiliki waktu yang cukup luas untuk memenuhinya.
Kedua, wajib qadha tapi tidak wajib membayar fidyah, dan jenis inilah yang paling banyak. Seperti orang yang terserah penyakit epilepsi (ayan) pada waktu berpuasa, orang yang lupa niat, dan orang-orang yang berbuka puasa secara sembrono semaunya (sendiri) kecuali berbuka puasa disebabkan jima’.
Ketiga, wajib membayar fidyah tapi tidak wajib qadha puasa, seperti orang yang sudah tua rentah yang sama sekali tidak mampu menjalankan puasa sepanjang masanya.
Keempat, tidak diwajibkan membayar fidyah dan juga tidak diwajibkan qadha puasa, yaitu anak kecil yang belum baligh, orang gila yang penyebab kegilaannya tidak dikarenakan penyebab yang sembarangan dan semaunya sendiri, dan orang kafir asli.
Berkaitan dengan konsekwensi bagi orang yang berbuka puasa disebabkan ada udzur tertentu, sebagaimana Allah berfirman:
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa diantara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggati atau qadha) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin. Tetapi barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka ia lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (SQ. Al-Baqarah: 184)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkannya al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang salah). Karena itu barang siapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (ia wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur. (SQ. Al-Baqarah: 185)

YANG TIDAK MEMBATALKAN PUASA
FASLUN. AL-LADZI LA YUFTHIRU MIMMA YASHILU ILA AL-JAUFI SAB’ATU AFRODIN, MA YASHILU ILA AL-JAUF BI-NISYANIN AU JAHLIN AU IKROHIN WA BI-JIRYANI RIQIN BI-MA BAYNA ASNANIHI WA QOD ‘AJIZA ‘AN MAJJIHI LI-‘UDZRIHI.
WA MA WASHOLA ILA AL-JAUF WA KANA GUBARA THORIQIN WA MA WASHOLA ILAIHI WA KANA GURBALATA DAQIQIN ATU DUBABAN THAIRAN AU NAHWAHU.
WA AL-LAHU A’LAM BI AS-SHOWAB. NAS’ALU AL-LAHA AL-KARIM BI-JAHI NABIYYIHI AL-WASYIM AN YUKHRIJADI MIN AD-DUNYA MUSLIMAN WA WALIDAYYA WA AHIBBA’Y WA MAN ILAYYA INTAMA WA AN YAGHFIROLY WA LAHUM MUQHIMATIN WA LAMAMA WA SHOLA ALLOHU ‘ALA SAYYIDINA MUHAMMAD IBNU ‘ABDULLAHI BIN ‘ABDU AL-MUTHALLIBI BIN HASYIM BIN ‘ABDU MANAFIN WA ROSULI AL-MALAHIM HABIBI ALLAH AL-FATIH AL-KHOTIM WA ALIHI WA SOHBOHI AJMA’IN WA AL-HAMDU LILLAHI ROBBI AL-‘ALAMINA.
Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut denga lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya .
3. Atau dipaksa orang lain.
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya.
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut.
6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.
Syarh atau Penjelasan Kitab Safinah an-Najah:
Ada tujuh kondisi atau keadaan yang menyebabkan tidak membatalkan puasa segenap sesuatu yang sampai dan masuk ke dalam perut seseorang. Pertama, dengan sebab lupa. Sebagaimana hadits Nabi yang menyatakan bahwa “Barang siapa yang lupa bahwa ia adalah orang yang sedang berpuasa, kemudian makan atau minum maka orang itu harus tetap melanjutkan dan menyempurnakan puasanya, sedangkan makanan dan minuman yang tertelah adalah pemberian Allah bagi dirinya”, diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, dan hadits tersebut termasuk hadits sahih.
Kedua, dengan sebab tidak tahu. Ketiga, dipaksa agar makan atau minum.
Keempat, mengalirnya ludah yang ada di antara sela-sela gigi dan tidak mampu untuk meludahkan atau mengeluarkannya disebabkan ada udzur. Berbeda dengan riak atau dahak yang dapat dikeluarkan dengan mudah, maka harus dikeluarkan dan tidak boleh ditelan. Demikian juga semisal ada sisa-sisa Kopi di dalam mulut, lidah dan gigi seseorang yang kebetulan minum kopi menjelang fajar, maka sisa-sisa Kopi itu harus dikeluarkan dari mulutnya sampai tidak tersisa.
Kelima, debu jalanan yang masuk ke dalam perut, baik debu yang suci atau najis—meskipun najis mughalladhah maka tidak membatalkan puasa.
Keenam, debunya gelepung atau tepung terigu atau aci yang berterbangan masuk ke dalam perut seseorang maka tidak membatalkan puasa.
Ketujuh, lalat atau nyamuk dan sesamanya yang terbang memasuki mulut seseorang kemudian tertelan, maka tidak membatalkan puasa sebab susah untuk dihindarinya.

TENTANG PENULIS KITAB :

Penulis kitab Safinah adalah seorang ulama besar yang sangat terkemuka yaitu Syekh Salim bin Abdullah bin Sa'ad bin SumairAl-Hadhrami. Beliau adalah seorang ahli fiqh dan tasawwuf yang bermadzhab Syafi'i. Selain itu, beliau adalah seorang pendidik yang dikenal sangat ikhlas dan penyabar, seorang qodhi yang adil dan zuhud kepada dunia, bahkan beliav juga seorang politikus dan pengamat militer negara­negara Islam. Beliau dilahirkan di desa Dziasbuh, yaitu sebuah desa di daerah Hadramaut Yaman, yang dikenal sebagai pusat lahirnya para ulama besar dalam berbagai bidang ilmu ke­agamaan.
Sebagaimana para ulama besar lainnya, Syekh Salim me­mulai pendidikannya dengan bidang Al-Qur'an di bawah peng­awasan ayahandanya yang juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair. Dalam waktu yang singkat Syekh Salim mampu menyelesaikan belajarnya dalam bidang Al-Qur'an tersebut, bahkan beliau meraih basil yang baik dan prestasi yang tinggi. Beliau juga mempelajari bidang­bidang lainnya seperti halnya ilmu bahasa arab, ilmu fiqih, ilmu ushul, ilmu tafsir, ilmu tasawuf, dan ilmu taktik militer Islam. Ilmu-ilmu tersebut beliau pelajari dari para ulama besar yang sangat terkemuka pada abad ke-13 H di daerah Hadhramaut, Yaman. Tercatat di antara nama-nama gurunya adal ah:
1.             Syekh Abdullah bin Sa'ad bin Sumair
2.             Syekh Abdullah bin Ahmad Basudan
Kitab Safinah memiliki nama lengkap "Safinatun Najah Fiima Yajibu `ala Abdi Ii Maulah" (perahu keselamatan di dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tu­hannya). Kitab ini walaupun kecil bentuknya akan tetapi sa­ngatlah besar manfaatnya

https://dokumenpemudatqn.blogspot.com/2012/07/puasa-ramadhan-terjemahan-kitab-safinah.html?m=1

Sumber Tulisan : dari Status S A Tqn di Facebook Pemuda TQN Suryalaya
(Sumber Link : https://www.facebook.com/groups/pemudatqnsuryalaya/permalink/341918345893939/ )

Sabtu, 09 Mei 2020

Marhabanan, Doa dan Cukuran Bayi

https://youtu.be/-VkOFmqbjls. 7 HARI // ACARA MARHABAN, CUKURAN DAN DOA // KETIKA BAYI DICUKUR RAMBUT
Bismillaah. Anak kami namanya صفوة النساء متممة نعمة . Kalau ditulis bhs indonya: Sofwatun Nisa Mutammimah Nimah. Artinya Wanita pilihan itu menjadi penyempurna kenikmatan. Susunan jumlah ismiyah rumus ma'rifat + nakiroh. 2 kata pertama dikasih Abi Yasin Muthohar dan 2 kata setelahnya dr saya sendiri. Semoga barokah. Walhamdulillaah wa shollallaaahu 'ala Rasulillaah... #cukuranbayi, #anaksholihah, #marhabanan